Selasa, 02 April 2013

Sejarah Ayam Arab




Ayam ini merupakan keturunan dari Ayam Brakel Kriel-Silver dari Belgia. Disebut Ayam Arab karena dua hal: pejantannya memiliki daya seksual yang tinggi dan keberadaannya di Indonesia melalui telurnya yang dibawa oleh orang yang menunaikan ibadah haji dari Mekah. ( sama kayak cerek warna kuning yg dibawa jemaah haji dari arab, disebut cerek arab padahal made in china)

Kebanyakan masyarakat memanfaatkan Ayam Arab karena produksi telurnya tinggi, mencapai 190-250 butir per tahun dengan berat telur 42,3 gram. Kuning telur lebih besar volumenya, mencapai 53,2% dari total berat telur. Warna kerabang sangat bervariasi yakni putih, kekuningan dan coklat. Warna kulit yang kehitaman dengan daging yang lebih tipis dibanding ayam kampung menjadikannya jarang dimanfaatkan sebagai pedaging.

Ayam Arab mudah dikenali dari bulunya. Pada sepanjang leher berwarna putih mengkilap, bulu punggung putih berbintik hitam, bulu sayap hitam bergaris putih dan bulu ekor dominan hitam bercampur putih. Sedang jenggernya berbentuk kecil berwarna merah muda dan mata hitam dengan dilingkari warna kuning. Ciri lain Ayam Arab adalah pejantannya pada umur 1 minggu sudah tumbuh jengger, dan betina induk tidak memiliki sifat mengeram. Dari penampilan tubuhnya, tinggi Ayam Arab dewasa mencapai 35 cm dengan bobot 1,5-2 kg. Kepalanya mempunyai jengger berbentuk tunggal dan bergerigi. Ayam ini berbulu tebal. Bulu di sekitar leher berwarna kuning dan putih kehitaman. Warna bulu badannya putih bertotol-totol hitam. Kokok suara jantan nyaring. Ayam Arab betina dewasa tingginya mencapai 25 cm dengan bobot 1,0-1,5 kg. Kepalanya berjengger tipis, bergerigi. Badannya berbulu tebal. Selama usia produktif antara 0,8 1,5 tahun, betina arab terus-menerus bertelur, sehingga hampir setiap hari menghasilkan telur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar